Awal mula saya mengenal Arch Linux

Dulu, jauh sebelum kenal Archlinux, saya juga seorang user Windows, lebih tepatnya versi bajakan. Malah saya dulu merasa bangga sekali bisa menginstall versi bajakan, karena serasa menjadi user level advance atau berpengalaman. Itulah sepenggal kisah saya di jaman jahiliyah. Hahaha...

Sampai pada suatu waktu, juga karena hobi saya seliweran di internet, saya sangat terkesima melihat karya-karya yang dipampang di situs Envato. Mulai dari musik ( audiojungle ), grafik ( graphicriver ) dan lain sebagainya. Saya pun jadi tau ternyata ada orang-orang yang sepertinya anteng ( lebih tepatnya kaya raya ) dari jualan karya di situs Envato. Mereka para author, fokus berkarya ( tidak melayani orderan ) tetapi bisa mendapat penghasilan setiap terjadi sales. Saya yang kebetulan orangnya agak grogian di depan umum, merasa tipe pekerjaan seperti itu cocok buat saya.



Dari situlah juga saya mulai sadar akan pentingnya menghargai sebuah karya, atau pentingnya sebuah lisensi. Bukan asal comot gambar dari Google dan berpikir itu gratis dan legal. Para author di Envato ( dan situs-situs semacamnya ) tentu bekerja keras. Dan tujuan mereka tentu saja mendapat penghasilan. Bukan untuk dicomot, dihapus watermarknya dan digunakan seenak jidat. Saya pun berpikir, kalau saya ingin seperti mereka, kalau ingin karya saya dihargai, maka saya pun harus memulai dengan menghargai karya orang lain. Terbesit dalam benak saya untuk mulai memperhatikan legalitas apa-apa yang akan saya gunakan, mulai dari OS dan software yang akan saya gunakan nantinya.

Kalau ingin karya saya dihargai, maka saya pun harus memulai dengan menghargai karya orang lain.

Melihat harga OS Windows yang ( bagi saya ) cukup mahal, belum lagi harga software-software nya yang juga tak kalah mahalnya, saya pun nekat untuk pindah ke Linux. Sedangkan untuk software, yang dulunya saya terbiasa menggunakan Corel dan Photoshop ( bajakan ), untuk Linux saya menemukan Inkscape dan Gimp sebagai penggantinya. Saya sadar apa pilihan saya, walaupun konseskuensinya saya harus belajar lagi sebagai pemula, sedangkan kebutuhan sehari-hari terus berjalan. Tetapi ada satu keyakinan dalam hati saya, bahwa Tuhan pasti menolong orang yang bertekad memperbaiki diri.

Tuhan pasti menolong orang yang bertekad memperbaiki diri.

Saking awamnya dunia Linux, saat itu saya hanya browsing mencari distro Linux yang paling mudah bagi pemula dan bagus tampilannya. Akhirnya saya berkenalan pertama kali dengan Deepin Linux versi 15. Secara umum, saya sangat puas menggunakan distro ini. Tampilannya bagus, pengoperasian mudah, bisa diinstal software-software yang saya butuhkan dan bisa dipakai kerja. Itu saja. Bagi saya, kendalanya hanya 1, yaitu kadang-kadang crash dan software centernya sangat outdated, sehingga saya kesulitan mengupdate software-software yang pada versi tersebut banyak bug-nya.

Saya pun mulai berselancar untuk mencari distro yang bisa mengatasi kendala tersebut. Akhirnya saya mengenal ada distro yang menggunakan metode rolling-release, yaitu Arch dan Manjaro. Tetapi karena saya masih pemula, saya urungkan pindah ke Arch dan memilih Manjaro. Cukup lama saya menggunakan distro ini dan hampir tidak pernah ada kendala berarti. Sampai pada suatu ketika, saya mulai gatel dan ingin sekali berpindah ke Arch sekalian, yang katanya bisa install semau gue aja. Toh saya juga sudah cukup lama memakai Linux, seharusnya tidak ada kendala andai pindah ke Arch.

Akhirnya saya pun nekat pindah ke Archlinux. Dengan modal tutorial dari sebuah blog, saya pun mulai menginstall Arch. Alhasil saya pun langsung frustasi. Karena saya samasekali tidak mengerti apa maksud dari langkah-langkah yang saya lakukan saat instalasi. Bahkan saya 2x melakukan download paket dasar Arch dalam 1x install, saking bingungnya. Saya benar-benar tidak tau apa yang saya lakukan.

Sampai pada akhirnya saya secara tidak sengaja benar-benar berhasil menginstall Archlinux. Tetapi saya tidak tau kenapa bisa berhasil. Saya juga tidak tau bagaimana caranya menginstall fitur dasar seperti network dan audio manager. Tetapi dengan semangat ngawur dan nekat yang tiada tara, saya nekat mengulang-ulang instalasi Archlinux sampai akhirnya mulai mengerti apa yang saya lakukan.



Dan benar saja, setelah benar-benar menggunakan Archlinux, saya benar-benar menyukainya. Salah satu kelebihan yang menjadi favorit saya adalah, distro ini benar-benar ringan ( dibanding yang lain ) karena saya bisa menginstal paket-paket yang saya perlukan saja.

Silahkan buktikan sendiri.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama